Sore itu, aku duduk di sudut kls dimana biasanya aku menimba ilmu. Aku
sangat bingung memikirkan sebuah masalah yang seakan-akan hanya aku yang
mempunyai masalah kehidupan. Wajah yang bersih kelihatan kusam, gelisah. Sebuah
pena berputar-putar yang putarannya semakin kencang seperti kipas
angin, dihadapanku terdapat secarik kertas yang mungkin dapat mengarahkan masa
depanku. Aku tidak sadar bahwa di luar Anisa memperhatiakn gerak-geriknya.
Anisa penasaran,nggak biasanya
seorang Rina bersikap seperti itu.
Keberanian yang menyebabkan kaki Anisa bergerak mendekatiku untuk menanyakan
hal apa yang sedang menimpa sahabatnya ini. Rin, kamu ngapain bengong
sendiri,,,? Ada masalah ,,,? Nggak biasanya kamu begini. Aku hanya diam,
pertanyaan Anisa seakan seperti kicauan burung saja. Rin kamu dengar gue nggak
sih...? jawabanku hanya diam. Anisa melirik kertas di atas meja,
diambil dan dibacanya. Sekarang dia mulai paham kenapa aku gelisah dan muka
suram tanpa semangat.
“Iya Cha aku bingung, masa depan
ku mau di bawa kemana?” kataku dengan suara pelan.
“Betulkan dugaanku, kamu pasti
mikirin masa depan, mikirin masalah kuliah. Sekarang kita fokus UN aja, ujian
udah deket gunain waktu ini buat persiapan UN.” Jawab Anisa.
“ Tapi ini juga harus dipikirin
Cha. Aku nggak mau pendidikanku cma sampai MAN doank, ku masih punya harapan menjadi seperti ilmuan yang terkenal, yang mempunyai
pengaruh buat negara, agama kita ini cha. Coba lihat pak Habibie begitu hebat
beliau, emang kamu nggak punya cita-cita seperti beliau?” sahutku.
“Siapa sich Rin yang nggak mau
masa depan yang cerah, semua orang pasti menginginkannya begitu juga dengan
kamu dan aku.” Sambung Anisa.
“Masa depan yang bagus dan
mantep harus dipersiapkan dengan mateng Cha. Walaupun aku persiapkan dengan
mateng tapi kalau orangtua nggak sanggup
membiayai percuma aja kan Cha..?” Jawab Rina penuh isak tangis. Butiran bening
mulai menetes membasahi pipinya yang lembut dan bersih.
Anisa mulai merangkulku. “Rin kamu itu adalah sahabat yang tak kenal putus asa, tetap semangat InsyaAllah ada jalannya. Sekarang ayo kita kembali ke istana cinta, gue nyamperin mu mau ngajakin makan. Ayo bentar lagi shalat magrib kan kita mau jama’ahan di masjid.” AjakAnisa.
Anisa mulai merangkulku. “Rin kamu itu adalah sahabat yang tak kenal putus asa, tetap semangat InsyaAllah ada jalannya. Sekarang ayo kita kembali ke istana cinta, gue nyamperin mu mau ngajakin makan. Ayo bentar lagi shalat magrib kan kita mau jama’ahan di masjid.” AjakAnisa.
**
Hari-hari ku lalui dengan
senyuman, dengan semangat membara tentunya karena UN semakin merapat, masalah yang menumpuk dibenakku tidak menjadi
penghalang buat mempersiapkan UN. Perjuangan tiga tahun di MAN/MAKN Koto Baru
yang dikenal kampus 1000 kenangan itu ditentukan oleh hasil UN nantinya. Semua
referensi buat UN pun telah tersusun rapi di atas rak buku. Setiap malam ku
baca dan pahami satu persatu dan tak lupa juga untuk berbagi dengan teman-teman.
Begitulah kebiasaan kami di istana cinta ini, makan,
mandi,menyuci,belajar,senang bahkan menangispun bersama. Suasana asrama yang
menyebabkanku lupa akan semua masalah.
Seettt...seett..seett...
suara lembaran kertas yang dibolak-balik mengisi keheningan kamar tidurku.
Diary pink pemberian sahabatku yang menemani dan mendengarkan semua curahan
hatiku selama ini. Pulpen mulai digoreskan ke lembaran diary.
Jum’at,
3 Februari 2012
Hari
ini aku telah menghirup udara segar, masih bisa merasakan nikmatMU ya ALLAH.
Kasih sayangMU masih mengalir disetiap denyut nadi dan jantungku, mengalir
seperti darah yang ada ditubuhku ini. Semua aku yakin kasih sayangMU tak
terbilang dan engkau tidak pilih kasih. Sekarang aku bersyukur dengan semuanya.
Skenario
kehidupan ini telah Engkau tuliskan dengan rapi sebelum adanya aku di bumiMU
ini, aku yakin itu. Sekarang aku yakin ini adalah bagian dari episode
kehidupanku. Entah episode ke berapa ini, tapi aku tidak mempedulikan itu yang
penting aku jalani episode ini sesuai peran ku yaitu seorang Rina hambaMU yang
lemah dan tak luput dari kesalahan.
Malam
ini, ku curahkan semua isi hati ku ke diary ini, mungil tapi penuh makna. Ujian
nasional semakin dekat, berarti aku akan keluar dari MAN ini dalam artian
pendidikan ku akan lanjut ke jenjang yang lebih tinggi. Tapi aku tidak percaya aku akan merasakan
manisnya jenjang pendidikan di tingkat perkuliahan itu. Entah kenapa pikiran
itu melintas di benakku. Apakah aku tidak percaya dengan kemampuan ku
sendiri..? apa aku tidak pantas merasakannya..? atau aku tidak sanggup dengan
biaya kuliah yang begitu mahal..? Semua pertanyaan yang mungkin berhubungan
dengan kondisi ku terlontarkan dari
mulut ini.
Aku
masih ingin merasakan manisnya menuntut ilmu, merasakan indahnya masa
perkuliahan. Kenapa aku harus begini...? kenapa ..?
Kadang aku sempat menyalahi takdir. Menyalahi kenapa kehidupanku seperti ini, kondisi keluarga yang serba sederhana yang meragukan pendidikan ku akan lanjut ke tingkat yang lebih tinggi. Aku mau ini, mau itu sangat banyak sekali keinginanku untuk masa depan diri sendiri dan masa depan membahagiakan orangtua semuanya mulai kusam, mulai kotor seperti air sungai yang di kotori lumpur. Ini membuat ku semakin lemas dan lesu.
Kadang aku sempat menyalahi takdir. Menyalahi kenapa kehidupanku seperti ini, kondisi keluarga yang serba sederhana yang meragukan pendidikan ku akan lanjut ke tingkat yang lebih tinggi. Aku mau ini, mau itu sangat banyak sekali keinginanku untuk masa depan diri sendiri dan masa depan membahagiakan orangtua semuanya mulai kusam, mulai kotor seperti air sungai yang di kotori lumpur. Ini membuat ku semakin lemas dan lesu.
Aku
mulai menangis, menangis membayangkan apa yang akan terjadi dengan diri ini
kalau hanya memiliki kesempatan sekolah sebatas MAN saja. Akankah aku akan
menjadi pengangguran, menjadi beban orangtua. Sebenarnya kalau aku tidak kuliah
ini yang menjadi masalah.
Sekarang
aku serahkan hidupku padaMU ya Allah, Engkau sutradaranya aku pemainnya aku
ikuti alur kehidupan ini sesuai dengan peran ku. Apapun yang terjadi itulah
yang terbaik untuk ku. Tapi aku berharap semua cita-cita ini bisa terwujudkan
meski itu meneteskan air mata, melakukan segala cara yang penting itu masih
halal dan sesuai dengan syari’atMU. Aamiin..:)
Semuanya sudah ku ceritaka ke diary pink itu. Sekarang waktunya
istirahat, dengan harapan besok hari-harinya lebih cerah dan punya tujuan.
**
Seperti biasanya
aku,Anisa dan teman-teman lainnya shalat subuh berjam’ah di masjid. Warga
asrama akan bergegas ke masjid kalau imamnya ustad Fardhi. Suara yang merdu
membuat kami terlena dengan bacaan shalatnya, meskipun satu jus satu raka’at
mungkin tidak akan berasa karena begitu
merdunya suara beliau. Mungkin aneh, tapi itulah kami yang mempunyai karakter
yang berbeda bersatuy dalam bingkai ukhuwah sehingga terbentuklah Genesis
e-Class Mesir.
Seusai shalat subuh
kita melaksanakan rangkain program asrama. Hari itu hari sabtu, biasanya kita
riyadhah (olahraga) berupa senam. Aku, Rahmi, Syafrina berada di baris yang
paling depan sebagai komando. Entah kenapa bisa ya kita-kita di depan, aku juga
bingung sebenarnya. Mungkin karena kita hafal gerakan senamnya atau
jangan-jangan karena kita super? Super badan dan tenaganya.
**
Disana suara, disini
suara hiruk pikuk begitulah keadaan kls ku, tepatnya Selasa pukul 09.00 WIB.
Wanita-wanita calon bidadari surga itu saling berdiskusi tentang universitas
dan fakultas yang akan mereka minati. Aku juga ikut bergabung, meskipun aku
tidak tahu bakalan kuliah atau tidak.
“Aku mau ambil
jurusan psikolog.” Kata Munira.
“Aku mau tafsir
hadis.” Sambung Shintia.
“Aku mau jadi
hafidzah.” Suara Erlina menggelegar
membuat kita kaget.
“Rin, kamu mau kemana.” Tanya Ratna.
“Aku akan ke pelaminan.” Jawabku bercanda.
“Serius? Siapa yang mau sama mu Rin.” Tanya Rahmi. Rahmi memang suka bercanda. Hari-harinya selalu ceria meski kadang banyak masalah yang menimpanya. Masalahnya selalu ia ceritakan kepadaku, berbagi dan menghibur setidaknya menghilangkan bebannya.
“Rin, kamu mau kemana.” Tanya Ratna.
“Aku akan ke pelaminan.” Jawabku bercanda.
“Serius? Siapa yang mau sama mu Rin.” Tanya Rahmi. Rahmi memang suka bercanda. Hari-harinya selalu ceria meski kadang banyak masalah yang menimpanya. Masalahnya selalu ia ceritakan kepadaku, berbagi dan menghibur setidaknya menghilangkan bebannya.
“Assalamu’alaikum.”
Suara wanita yang cantik itu membuat suasana KLS berubah, aku dan teman-teman
langsung menuju kursi masing-masing.
“Halaman berapa sekarang?” Tanya Bu Mira guru matematika sambil membuka
mushaf Al-Qur’an. Beginilah kebiasaan kita setiap hari, pembelajaran dimulai
dengan membaca mushaf Al-Qur’an.
“Sekarang silahkan
lanjutkan soal paket 54.” Suara Bu Mira membuat kita bersegera mengambil dan
membuka kumpulan soal.
Aku mengerjakan soal
itu satu persatu dengan teliti. Aku sangat senang sekali menyelesaikan soal matematika
karena mengasyikan dan gurunya pun baik dan sabar yang membuat aku cinta akan
matematika. Aku selalu berlomba dengan Rifqa, Rani siapa yang bisa
menyelesaikan 40 soal dengan waktu yang singkat.
Teman-teman
seringkali kedepan menemui Bu Mira untuk menanyakan soal yang kurang jelas atau
Bu Mira yang menemui kami satu persatu.
“Gimana Rin, ada yang
sulit?” Tanya Bu Mira.
“Alhamdulillah belum
ada buk. Buk saya senang banget matematika, pengen jadi guru matematika seperti
ibuk.” Jawabku.
“Wah bagus itu, Ibu
yakin Rina bisa. Tapi memang nggak tertarik ke jurusan yang lain?” Tanya Bu
mira.
“Mmm... Ada sich bu,
saya mau ngambil jurusan Akhwalu Syakhsiyah, tapi saya aja masih ragu apakah
saya akan kuliah atau tidak.” Jawab Rina.
“Rin ibu yakin kamu
bisa mencicipi manisnya bangku perkuliahan. Duit tidak menjadi penghalang kamu
untuk kuliah, kamu itu mempunyai kemampuan, gunakanlah kemampuanmu untuk
kuliah. Sekarang sangat banyak sekali beasiswa pendidikan untuk siswa yang
berprestasi.” Jelas Bu Mira.
Teng...teng....
Lonceng istrihat berbunyi, tepat pada pukul 10.10 WIB. Ya sudah soalnya kamu
selsaikan di asrama saja, silahkan istirahat jelas Bu Mira.
**
Mading sekolah yang
biasanya jarang dikunjungi dan dilihati siswa, siang itu sangat berdesakan
siswa di depan mading. Aku keheranan, siang itu aku berjalan dengan Triana.
“Ada apa ni Tri?” Tanyaku.
“Aku juga nggak tau
ni. Kita lihat aja yuk.” Ajak Triana.
“Iya biar jelas ya.”
Jawabku.
Ternyata di mading
tertulis nama siswa yang berhak mendapat
kesempatan untuk mengikuti SNMPTN UNDANGAN dan bidik misi. Aku sangat kaget, di
sekian banyak nama yang tertulis tercantum namaku, aku tidak yakin dengan semua
itu tapi sedikitnya aku mendapatkan pencerahan. SNMPTN UNDANGAN dan bidik misi,
itu merupakan senjataku untuk bisa melanjutkan pendidikan.
Aku langsung menemui
Ibu yang mengurus tentang SNMPTN. Aku tanyai segala informasi yang rasanya aku
butuhkan. Penjelasan Bu Ira itu aku pahami semuanya, tapi harapan ku untuk
lulus semakin menipis karena semua Universitas yang tersedia adalah Uiversitas
umum ini karena aku mendapatkan bidik misi. Namun itu tidak menghalangiku, aku
akan mencoba mungkin saja itu rezeki ku.
Siang itu juga Aku hubungi
kakak dan orangtua ku, mengabarkan berita bahagia ini. Universitas dan jurusan
diserahkan padaku dengan syarat harus
mempertimbangkan kondisi keluarga. Bingung dan bahagia bercampur menjadi satu.
Dengan pertimbangan aku memutuskan memilih UNAND dan UGM dengan jurusan
psikolog dan farmasi. Mungkin aku terlalu bodoh mengambil keputusan itu,
jurusan yang tidak ada hubungnnya dengan jurusanku di MAN. Mencoba boleh saja,
mungkin itu rezeki dan jalan hidupku yang di gariskan Allah.
**
Ukhuwah dan
persaudaraan yang telah aku bina d i asrama memang kuat sekali, semuanya
dirasakan saat akhwatii keluar dari asrama. Malam itu aku mendapatkan sms dari
kakak kls ku dulu di asrama. Ia menawarkan ku untuk kuliah di tempat dimana ia
belajar sekarang. Disana ada program beasiswa full program study ekonomi islam.
Tapi jujur aku tidak tertarik dengan ekonomi
islam, aku mau melanjutkan pendidikan ku yang mana aku masih mempelajari
kitab kuning yang selalu menemani hari-hariku di MAN.
Doktrin dan motivasi
dari kakak klsku yang biasa di panggil kak Hafdizah itu menyentuh hatiku, entah
dengan cara apa ia mempengaruhiku tidak
cukup satu jam aku mendengarkan penjelasnnya aku langsung positif mau mengambil program
study ekonomi islam tepatnya Akuntansi Syari’ah karena di kampus itu hanya ada
dua jurusan.
Malam minggu jadwal
ku berada di tengah keluarga, aku jelaskan tentang beasiswa ini. Papa dan mama
menanggapi positif tetapi kakakku tidak mengizinkan karena sangat jauh ke Jakarta. Semangatku
perlahan-lahan mulai hilang, murung dan cemberut di wajah menemani malam
mingguku. Itu sangat membuat batinku tertekan karena saat aku optimis akan bisa
kuliah ternyata disisi lain masih ada cobaan dan ujian yang harus ku lalui.
Tapi aku yakin itu adalah awal kesuksesanku.
Tangisan menamani
kesendirian ku malam itu. Aku coba ambil HP dan menjelaskan keadaanku sama kak
Hafidzah, tapi kak Hafidzah mempunyai seribu cara untuk meyakinkan ku. Aku
disarankan untuk mengikuti tes tahap pertama di sekolah. Dengan tekat yang kuat
aku beranikan diri meski aku tidak tau apa yang akan terjadi nantinya kalau
seandainya orangtua dan kakakku tau aku mengikuti ujian ini.
**
Hari ini, 16 April
2012 merupakan hari pertempuran untuk menentukan nasibku. Ujian Nasional
merupakan hidup dan matiku. Satu minggu aku mengikuti ujian, Alhamdulillah
berjalan dengan lancar.
HP ku bergetar, satu
sms masuk dari kak Hafidzah:
“Assalamu’alaikum
Rin. Selamat ya , kamu lulus tes tahap pertama.”
Aku kaget dan tidak
percaya, langsung ku tekan tombol reply:
“wa’alaikumsalam kk. Alhamdulillah,
pi saya msih binggung mau lanjut apa nggak kak, keluarga belum ngizinin kalau
saya kuliah di jakarta. Tapi aku minta syarat-syarat yang harus ku penuhi untuk
tes lanjutannya kak, mungkin aku bisa ngelobi keluarga untuk ke dua kalinya
kak.” Jawabku.
Selesai ujian
nasional semua persyaratan yang dibutuhkan telah ku penuhi, ini di luar
pengetahuan keluarga. Semuanya telah lengkap dan sekarang aku hanya butuh izin
buat ke Jakarta. Aku berfikir cara apa yang harus ku gunakan biar maksudku bisa
dikabulkan sama seluruh anggota keluarga. Ya cara yang terbaik itu adalah ngomong empat mata sama papa, papa sangat paham
kondisiku. Mungkin saja karena aku anak bontot, semua keinginanku akan di
kabulkan demi menyenangkan si kecil ini fikirku.
Aku nunggu papa
pulang dari sawah sambil merangkai kata-kata biar hati papa luluh dengan rayaun
ku. Tapi aku yakin papa akan mengizinkan ku.
Penantian panjangku
pun usai, adzan magrib papa nyampe di rumah. Aku takut dan cemas mau ngomong.
Demi masa depanku, aku beranikan diri ini buat ngomong serius dengan papa,
sebelumnya aku tidak pernah ngomong empat mata dan seserius ini. Tidak cukup
satu jam, ternyata rayuan ku berhasil. Papa mengizinkanku untuk ke Jakarta dan
masalah izin dari saudara yang lain papa yang ngurus. Alhamdulillah, I Love You
dad.. :*
**
2 Mei 2012,
bertepatran dengan hari ulang tahunku aku menginjakan kaki pertama kali di ibu
kota Jakarta ini. Percaya nggak percaya tapi aku harus percaya, ini bukanlah
sebuah mimpi tapi ini adalah sebuah kenyataan buktinya aku berada disana.
Sampainya kakiku di Jakarta hanya dengan modal satu juta. Satu juta yang entah
darimana orangtuaku mendapatkannya, yang penting mendapatkannya dengan cara
yang halal mungkin itu minjem dan ngutang lagi sama tetangga.
Serangkain ujian
lanjutan telah aku ikuti. Sekarang menunggu hasilnya berapa persenkah aku berhak
mendapatkan beasiswa. Seandainya aku mendaptakan beasiswa 100% aku akan
melanjutkan pendidikanku d kampus itu, tapi kalau hanya 50 % mungkin sudah
pasti aku tidak akan kuliah.
Klik ini, klik itu
buka website www.sebi.ac.id untuk melihat
hasil tes yang hari ini di umumkan. Dari deretan nama yang tertulis
Alhamdulillah aku salah satunya. Salah satu dari sekian banyak siswa se
Indonesia yang berhak mendapatkan kesempatan kuliah gratis selam 3.5 tahun, aku
langsung sujud syukur. Hari itu aku yakin suatu saat nanti aku akan menjadi
orang besar dan orang yang berguna untuk agama dan bangsa. Masa depanku sudah
ada gambarannya.
Satu juta lima
ratus, adalah angka yang cukup besar bagiku. Tanggal 10 blan Mei itu juga aku
harus mendapatkan duit sebanyak itu untuk daftar ulang, kalau tidak kesempatan
beasiswa akan di batalkan. Aku langsung menghubungi kakakku, karena kalau dari
orangtua tidak mungkin aku bisa mendapatkan duit itu. Alhamdulillah kakakku
bersedia untuk memenuhi semuanya, karena dia yakin aku akan kuliah dengan
serius ini terbukti dengan berhaknya aku mendapatkan beasiswa ini.
Semua urusan ku di
Jakarta telah selesai, aku kembali lagi ke kampung halaman, karena perkuliahan
akan dimulai bulan September. Aku mengisi hari-hari kosongku dengan kegiatan
yang dapat menghasilkan duit buat jajan sehari-hari. Walaupun cuma 10 sampai 12
ribu perhari tapi Alhamdulillah sangat cukup untuk ku.
**
Orang yang ku sayangi terbaring
di rumah sakit, terbaring lemah dan tak berdaya. Aku tidak tega
meninggalkkannya, walau bagaimanapun aku harus pergi ke Jakrta hari itu juga,
aku telah pesan tiket dan minggunya aku harus mengikuti PROPEKA (Program Pengenalan
Kampus) di kampus STEI SEBI Jakarta. Dengan terpaksa aku meninggalkan mama dengan
keadaan sakit dan begitu juga dengan nenek terbaring tidur di atas ranjang yang
tidak bisa duduk.
Air mata yang mengiringi
langkahku ke Bandara Internasional Minangkabau dan juga mengantarkan ku sampai
Bandara Soekarno Hatta. Dan semakin kencang isak tangisku di bandara soekarno
hatta saat aku menerima telfon dari kakakku yang memberikan kabar duka,
bahwasanya nenek telah pergi untuk selamanya, pergi meningglkan ku dan kami
semua. Tangisan ini tidak bisa aku tahan, tapi apa boleh buat. Walaupun aku menangis
dengan kencang, semuanya itu tidak bisa mengembalikan nenek di pangkuanku. Selamat
jalan nek, aku akan selalu mendo’akanmu.
Begitu banyak rintangan yang
harus ku hadapi untuk merasakan manisnya menjadi seorang mahasiswa ini. Tapi
ini merupakan senjata yang membuatku tetap semangat dan yang menjadi motivasi
bahwa aku harus kembali ke kampung halaman dengan sebuah kesuksesan yang dapat
membuat mereka tersenyum bahagia. Aku samapai di bangku perkuliahan ini karena
motivasi dari orangtua, saudara, kakak, dan juga teman-teman Genesis e-Class
mesir yang berjumlah 35 orang. Semoga Allah memberikan kemudahan di setiap
langkah ku dan langkahmu teman.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar