Selasa, 02 April 2013

yakin ada jalannya



Sore itu, aku duduk di sudut kls dimana biasanya aku menimba ilmu. Aku sangat bingung memikirkan sebuah masalah yang seakan-akan hanya aku yang mempunyai masalah kehidupan. Wajah yang bersih kelihatan kusam, gelisah. Sebuah pena  berputar-putar  yang putarannya semakin kencang seperti kipas angin, dihadapanku terdapat secarik kertas yang mungkin dapat mengarahkan masa depanku. Aku tidak sadar bahwa di luar Anisa memperhatiakn gerak-geriknya.
                Anisa penasaran,nggak biasanya seorang Rina  bersikap seperti itu. Keberanian yang menyebabkan kaki Anisa bergerak mendekatiku untuk menanyakan hal apa yang sedang menimpa sahabatnya ini. Rin, kamu ngapain bengong sendiri,,,? Ada masalah ,,,? Nggak biasanya kamu begini. Aku hanya diam, pertanyaan Anisa seakan seperti kicauan burung saja. Rin kamu dengar gue nggak sih...?  jawabanku  hanya diam. Anisa melirik kertas di atas meja, diambil dan dibacanya. Sekarang dia mulai paham kenapa aku gelisah dan muka suram tanpa semangat.
                “Iya Cha aku bingung, masa depan ku mau di bawa kemana?” kataku dengan suara pelan.
                “Betulkan dugaanku, kamu pasti mikirin masa depan, mikirin masalah kuliah. Sekarang kita fokus UN aja, ujian udah deket gunain waktu ini buat persiapan UN.” Jawab Anisa.
                “ Tapi ini juga harus dipikirin Cha. Aku nggak mau pendidikanku cma sampai MAN doank, ku  masih punya harapan menjadi  seperti ilmuan yang terkenal, yang mempunyai pengaruh buat negara, agama kita ini cha. Coba lihat pak Habibie begitu hebat beliau, emang kamu nggak punya cita-cita seperti beliau?” sahutku.
                “Siapa sich Rin yang nggak mau masa depan yang cerah, semua orang pasti menginginkannya begitu juga dengan kamu dan aku.” Sambung Anisa.
                “Masa depan yang bagus dan mantep harus dipersiapkan dengan mateng Cha. Walaupun aku persiapkan dengan mateng tapi kalau orangtua  nggak sanggup membiayai percuma aja kan Cha..?” Jawab Rina penuh isak tangis. Butiran bening mulai menetes membasahi pipinya yang lembut dan bersih.
                Anisa mulai merangkulku. “Rin kamu itu adalah sahabat  yang tak kenal putus asa, tetap semangat  InsyaAllah ada jalannya. Sekarang ayo kita kembali ke istana cinta, gue nyamperin mu mau ngajakin makan. Ayo bentar lagi shalat magrib kan kita mau jama’ahan di masjid.” AjakAnisa.
**

Hari-hari ku lalui dengan senyuman, dengan semangat membara tentunya karena UN semakin merapat,  masalah yang menumpuk dibenakku tidak menjadi penghalang buat mempersiapkan UN. Perjuangan tiga tahun di MAN/MAKN Koto Baru yang dikenal kampus 1000 kenangan itu ditentukan oleh hasil UN nantinya. Semua referensi buat UN pun telah tersusun rapi di atas rak buku. Setiap malam ku baca dan pahami satu persatu dan tak lupa juga untuk berbagi dengan teman-teman. Begitulah kebiasaan kami di istana cinta ini, makan, mandi,menyuci,belajar,senang bahkan menangispun bersama. Suasana asrama yang menyebabkanku lupa akan semua masalah.
Seettt...seett..seett... suara lembaran kertas yang dibolak-balik mengisi keheningan kamar tidurku. Diary pink pemberian sahabatku yang menemani dan mendengarkan semua curahan hatiku selama ini. Pulpen mulai digoreskan ke lembaran diary.
Jum’at, 3 Februari 2012
Hari ini aku telah menghirup udara segar, masih bisa merasakan nikmatMU ya ALLAH. Kasih sayangMU masih mengalir disetiap denyut nadi dan jantungku, mengalir seperti darah yang ada ditubuhku ini. Semua aku yakin kasih sayangMU tak terbilang dan engkau tidak pilih kasih. Sekarang aku bersyukur dengan semuanya.
Skenario kehidupan ini telah Engkau tuliskan dengan rapi sebelum adanya aku di bumiMU ini, aku yakin itu. Sekarang aku yakin ini adalah bagian dari episode kehidupanku. Entah episode ke berapa ini, tapi aku tidak mempedulikan itu yang penting aku jalani episode ini sesuai peran ku yaitu seorang Rina hambaMU yang lemah dan tak luput dari kesalahan.
Malam ini, ku curahkan semua isi hati ku ke diary ini, mungil tapi penuh makna. Ujian nasional semakin dekat, berarti aku akan keluar dari MAN ini dalam artian pendidikan ku akan lanjut ke jenjang yang lebih tinggi.  Tapi aku tidak percaya aku akan merasakan manisnya jenjang pendidikan di tingkat perkuliahan itu. Entah kenapa pikiran itu melintas di benakku. Apakah aku tidak percaya dengan kemampuan ku sendiri..? apa aku tidak pantas merasakannya..? atau aku tidak sanggup dengan biaya kuliah yang begitu mahal..? Semua pertanyaan yang mungkin berhubungan dengan  kondisi ku terlontarkan dari mulut ini.
Aku masih ingin merasakan manisnya menuntut ilmu, merasakan indahnya masa perkuliahan. Kenapa aku harus begini...? kenapa ..?
                Kadang aku sempat menyalahi takdir. Menyalahi kenapa kehidupanku seperti ini, kondisi keluarga yang  serba sederhana yang meragukan pendidikan ku akan lanjut ke tingkat yang lebih tinggi. Aku mau ini, mau itu sangat banyak sekali keinginanku untuk masa depan diri sendiri dan masa depan membahagiakan orangtua semuanya mulai kusam, mulai kotor seperti air sungai yang di kotori lumpur. Ini membuat ku semakin lemas dan lesu.
Aku mulai menangis, menangis membayangkan apa yang akan terjadi dengan diri ini kalau hanya memiliki kesempatan sekolah sebatas MAN saja. Akankah aku akan menjadi pengangguran, menjadi beban orangtua. Sebenarnya kalau aku tidak kuliah ini yang menjadi masalah.
Sekarang aku serahkan hidupku padaMU ya Allah, Engkau sutradaranya aku pemainnya aku ikuti alur kehidupan ini sesuai dengan peran ku. Apapun yang terjadi itulah yang terbaik untuk ku. Tapi aku berharap semua cita-cita ini bisa terwujudkan meski itu meneteskan air mata, melakukan segala cara yang penting itu masih halal dan sesuai dengan syari’atMU. Aamiin..:)
                Semuanya sudah ku  ceritaka ke diary pink itu. Sekarang waktunya istirahat, dengan harapan besok hari-harinya lebih cerah dan punya tujuan.
**
Seperti biasanya aku,Anisa dan teman-teman lainnya shalat subuh berjam’ah di masjid. Warga asrama akan bergegas ke masjid kalau imamnya ustad Fardhi. Suara yang merdu membuat kami terlena dengan bacaan shalatnya, meskipun satu jus satu raka’at mungkin  tidak akan berasa karena begitu merdunya suara beliau. Mungkin aneh, tapi itulah kami yang mempunyai karakter yang berbeda bersatuy dalam bingkai ukhuwah sehingga terbentuklah Genesis e-Class Mesir.
Seusai shalat subuh kita melaksanakan rangkain program asrama. Hari itu hari sabtu, biasanya kita riyadhah (olahraga) berupa senam. Aku, Rahmi, Syafrina berada di baris yang paling depan sebagai komando. Entah kenapa bisa ya kita-kita di depan, aku juga bingung sebenarnya. Mungkin karena kita hafal gerakan senamnya atau jangan-jangan karena kita super? Super badan dan tenaganya.
**

Disana suara, disini suara hiruk pikuk begitulah keadaan kls ku, tepatnya Selasa pukul 09.00 WIB. Wanita-wanita calon bidadari surga itu saling berdiskusi tentang universitas dan fakultas yang akan mereka minati. Aku juga ikut bergabung, meskipun aku tidak tahu bakalan kuliah atau tidak.
“Aku mau ambil jurusan psikolog.” Kata Munira.
“Aku mau tafsir hadis.” Sambung Shintia.
“Aku mau jadi hafidzah.”  Suara Erlina menggelegar membuat kita kaget.
               “Rin, kamu  mau kemana.” Tanya Ratna.
               “Aku akan ke pelaminan.” Jawabku bercanda.
               “Serius? Siapa yang mau sama mu Rin.” Tanya Rahmi. Rahmi memang suka bercanda. Hari-harinya selalu ceria meski kadang banyak masalah yang menimpanya. Masalahnya selalu ia ceritakan kepadaku, berbagi dan menghibur setidaknya menghilangkan bebannya.
“Assalamu’alaikum.” Suara wanita yang cantik itu membuat suasana KLS berubah, aku dan teman-teman langsung menuju kursi masing-masing.  “Halaman berapa sekarang?” Tanya Bu Mira guru matematika sambil membuka mushaf Al-Qur’an. Beginilah kebiasaan kita setiap hari, pembelajaran dimulai dengan membaca mushaf Al-Qur’an.
“Sekarang silahkan lanjutkan soal paket 54.” Suara Bu Mira membuat kita bersegera mengambil dan membuka kumpulan soal.
Aku mengerjakan soal itu satu persatu dengan teliti. Aku sangat senang sekali menyelesaikan soal matematika karena mengasyikan dan gurunya pun baik dan sabar yang membuat aku cinta akan matematika. Aku selalu berlomba dengan Rifqa, Rani siapa yang bisa menyelesaikan 40 soal dengan waktu yang singkat.
Teman-teman seringkali kedepan menemui Bu Mira untuk menanyakan soal yang kurang jelas atau Bu Mira yang menemui kami satu persatu.
“Gimana Rin, ada yang sulit?” Tanya Bu Mira.
“Alhamdulillah belum ada buk. Buk saya senang banget matematika, pengen jadi guru matematika seperti ibuk.” Jawabku.
“Wah bagus itu, Ibu yakin Rina bisa. Tapi memang nggak tertarik ke jurusan yang lain?” Tanya Bu mira.
“Mmm... Ada sich bu, saya mau ngambil jurusan Akhwalu Syakhsiyah, tapi saya aja masih ragu apakah saya akan kuliah atau tidak.” Jawab Rina.
“Rin ibu yakin kamu bisa mencicipi manisnya bangku perkuliahan. Duit tidak menjadi penghalang kamu untuk kuliah, kamu itu mempunyai kemampuan, gunakanlah kemampuanmu untuk kuliah. Sekarang sangat banyak sekali beasiswa pendidikan untuk siswa yang berprestasi.” Jelas Bu Mira.
Teng...teng.... Lonceng istrihat berbunyi, tepat pada pukul 10.10 WIB. Ya sudah soalnya kamu selsaikan di asrama saja, silahkan istirahat jelas Bu Mira.
**
Mading sekolah yang biasanya jarang dikunjungi dan dilihati siswa, siang itu sangat berdesakan siswa di depan mading. Aku keheranan, siang itu aku berjalan dengan Triana.
 “Ada apa ni Tri?” Tanyaku.
“Aku juga nggak tau ni. Kita lihat aja yuk.” Ajak Triana.
“Iya biar jelas ya.” Jawabku.
Ternyata di mading tertulis nama siswa yang  berhak mendapat kesempatan untuk mengikuti SNMPTN UNDANGAN dan bidik misi. Aku sangat kaget, di sekian banyak nama yang tertulis tercantum namaku, aku tidak yakin dengan semua itu tapi sedikitnya aku mendapatkan pencerahan. SNMPTN UNDANGAN dan bidik misi, itu merupakan senjataku untuk bisa melanjutkan pendidikan.
Aku langsung menemui Ibu yang mengurus tentang SNMPTN. Aku tanyai segala informasi yang rasanya aku butuhkan. Penjelasan Bu Ira itu aku pahami semuanya, tapi harapan ku untuk lulus semakin menipis karena semua Universitas yang tersedia adalah Uiversitas umum ini karena aku mendapatkan bidik misi. Namun itu tidak menghalangiku, aku akan mencoba mungkin saja itu rezeki ku.
Siang itu juga Aku hubungi kakak dan orangtua ku, mengabarkan berita bahagia ini. Universitas dan jurusan diserahkan padaku dengan  syarat harus mempertimbangkan kondisi keluarga. Bingung dan bahagia bercampur menjadi satu. Dengan pertimbangan aku memutuskan memilih UNAND dan UGM dengan jurusan psikolog dan farmasi. Mungkin aku terlalu bodoh mengambil keputusan itu, jurusan yang tidak ada hubungnnya dengan jurusanku di MAN. Mencoba boleh saja, mungkin itu rezeki dan jalan hidupku yang di gariskan Allah.
**


Ukhuwah dan persaudaraan yang telah aku bina d i asrama memang kuat sekali, semuanya dirasakan saat akhwatii keluar dari asrama. Malam itu aku mendapatkan sms dari kakak kls ku dulu di asrama. Ia menawarkan ku untuk kuliah di tempat dimana ia belajar sekarang. Disana ada program beasiswa full program study ekonomi islam. Tapi jujur aku tidak tertarik dengan ekonomi  islam, aku mau melanjutkan pendidikan ku yang mana aku masih mempelajari kitab kuning yang selalu menemani hari-hariku di MAN.
Doktrin dan motivasi dari kakak klsku yang biasa di panggil kak Hafdizah itu menyentuh hatiku, entah dengan cara apa ia mempengaruhiku  tidak cukup satu jam aku mendengarkan penjelasnnya  aku langsung positif mau mengambil program study ekonomi islam tepatnya Akuntansi Syari’ah karena di kampus itu hanya ada dua jurusan.
Malam minggu jadwal ku berada di tengah keluarga, aku jelaskan tentang beasiswa ini. Papa dan mama menanggapi positif tetapi kakakku tidak mengizinkan  karena sangat jauh ke Jakarta. Semangatku perlahan-lahan mulai hilang, murung dan cemberut di wajah menemani malam mingguku. Itu sangat membuat batinku tertekan karena saat aku optimis akan bisa kuliah ternyata disisi lain masih ada cobaan dan ujian yang harus ku lalui. Tapi aku yakin itu adalah awal kesuksesanku.
Tangisan menamani kesendirian ku malam itu. Aku coba ambil HP dan menjelaskan keadaanku sama kak Hafidzah, tapi kak Hafidzah mempunyai seribu cara untuk meyakinkan ku. Aku disarankan untuk mengikuti tes tahap pertama di sekolah. Dengan tekat yang kuat aku beranikan diri meski aku tidak tau apa yang akan terjadi nantinya kalau seandainya orangtua dan kakakku tau aku mengikuti ujian ini.
**

Hari ini, 16 April 2012 merupakan hari pertempuran untuk menentukan nasibku. Ujian Nasional merupakan hidup dan matiku. Satu minggu aku mengikuti ujian, Alhamdulillah berjalan dengan lancar.
HP ku bergetar, satu sms masuk dari kak Hafidzah:
“Assalamu’alaikum Rin. Selamat ya , kamu lulus tes tahap pertama.”
Aku kaget dan tidak percaya, langsung ku tekan tombol reply:
“wa’alaikumsalam kk. Alhamdulillah, pi saya msih binggung mau lanjut apa nggak kak, keluarga belum ngizinin kalau saya kuliah di jakarta. Tapi aku minta syarat-syarat yang harus ku penuhi untuk tes lanjutannya kak, mungkin aku bisa ngelobi keluarga untuk ke dua kalinya kak.” Jawabku.

Selesai ujian nasional semua persyaratan yang dibutuhkan telah ku penuhi, ini di luar pengetahuan keluarga. Semuanya telah lengkap dan sekarang aku hanya butuh izin buat ke Jakarta. Aku berfikir cara apa yang harus ku gunakan biar maksudku bisa dikabulkan sama seluruh anggota keluarga. Ya cara yang terbaik itu adalah  ngomong empat mata sama papa, papa sangat paham kondisiku. Mungkin saja karena aku anak bontot, semua keinginanku akan di kabulkan demi menyenangkan si kecil ini fikirku.
Aku nunggu papa pulang dari sawah sambil merangkai kata-kata biar hati papa luluh dengan rayaun ku. Tapi aku yakin papa akan mengizinkan ku.
Penantian panjangku pun usai, adzan magrib papa nyampe di rumah. Aku takut dan cemas mau ngomong. Demi masa depanku, aku beranikan diri ini buat ngomong serius dengan papa, sebelumnya aku tidak pernah ngomong empat mata dan seserius ini. Tidak cukup satu jam, ternyata rayuan ku berhasil. Papa mengizinkanku untuk ke Jakarta dan masalah izin dari saudara yang lain papa yang ngurus. Alhamdulillah, I Love You dad.. :*
**
2 Mei 2012, bertepatran dengan hari ulang tahunku aku menginjakan kaki pertama kali di ibu kota Jakarta ini. Percaya nggak percaya tapi aku harus percaya, ini bukanlah sebuah mimpi tapi ini adalah sebuah kenyataan buktinya aku berada disana. Sampainya kakiku di Jakarta hanya dengan modal satu juta. Satu juta yang entah darimana orangtuaku mendapatkannya, yang penting mendapatkannya dengan cara yang halal mungkin itu minjem dan ngutang lagi sama tetangga.
Serangkain ujian lanjutan telah aku ikuti. Sekarang menunggu hasilnya berapa persenkah aku berhak mendapatkan beasiswa. Seandainya aku mendaptakan beasiswa 100% aku akan melanjutkan pendidikanku d kampus itu, tapi kalau hanya 50 % mungkin sudah pasti aku tidak akan kuliah.
Klik ini, klik itu buka website www.sebi.ac.id untuk melihat hasil tes yang hari ini di umumkan. Dari deretan nama yang tertulis Alhamdulillah aku salah satunya. Salah satu dari sekian banyak siswa se Indonesia yang berhak mendapatkan kesempatan kuliah gratis selam 3.5 tahun, aku langsung sujud syukur. Hari itu aku yakin suatu saat nanti aku akan menjadi orang besar dan orang yang berguna untuk agama dan bangsa. Masa depanku sudah ada gambarannya.
Satu juta lima ratus, adalah angka yang cukup besar bagiku. Tanggal 10 blan Mei itu juga aku harus mendapatkan duit sebanyak itu untuk daftar ulang, kalau tidak kesempatan beasiswa akan di batalkan. Aku langsung menghubungi kakakku, karena kalau dari orangtua tidak mungkin aku bisa mendapatkan duit itu. Alhamdulillah kakakku bersedia untuk memenuhi semuanya, karena dia yakin aku akan kuliah dengan serius ini terbukti dengan berhaknya aku mendapatkan beasiswa ini.
Semua urusan ku di Jakarta telah selesai, aku kembali lagi ke kampung halaman, karena perkuliahan akan dimulai bulan September. Aku mengisi hari-hari kosongku dengan kegiatan yang dapat menghasilkan duit buat jajan sehari-hari. Walaupun cuma 10 sampai 12 ribu perhari tapi Alhamdulillah sangat cukup untuk ku.
**
                Orang yang ku sayangi terbaring di rumah sakit, terbaring lemah dan tak berdaya. Aku tidak tega meninggalkkannya, walau bagaimanapun aku harus pergi ke Jakrta hari itu juga, aku telah pesan tiket dan minggunya aku harus mengikuti PROPEKA (Program Pengenalan Kampus) di kampus STEI SEBI Jakarta. Dengan terpaksa aku meninggalkan mama dengan keadaan sakit dan begitu juga dengan nenek terbaring tidur di atas ranjang yang tidak bisa duduk.
                Air mata yang mengiringi langkahku ke Bandara Internasional Minangkabau dan juga mengantarkan ku sampai Bandara Soekarno Hatta. Dan semakin kencang isak tangisku di bandara soekarno hatta saat aku menerima telfon dari kakakku yang memberikan kabar duka, bahwasanya nenek telah pergi untuk selamanya, pergi meningglkan ku dan kami semua. Tangisan ini tidak bisa aku tahan, tapi apa boleh buat. Walaupun aku menangis dengan kencang, semuanya itu tidak bisa mengembalikan nenek di pangkuanku. Selamat jalan nek, aku akan selalu mendo’akanmu.
                Begitu banyak rintangan yang harus ku hadapi untuk merasakan manisnya menjadi seorang mahasiswa ini. Tapi ini merupakan senjata yang membuatku tetap semangat dan yang menjadi motivasi bahwa aku harus kembali ke kampung halaman dengan sebuah kesuksesan yang dapat membuat mereka tersenyum bahagia. Aku samapai di bangku perkuliahan ini karena motivasi dari orangtua, saudara, kakak, dan juga teman-teman Genesis e-Class mesir yang berjumlah 35 orang. Semoga Allah memberikan kemudahan di setiap langkah ku dan langkahmu teman.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar