KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbil’alamiin, puji
syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmatNYA sehingga makalah yang berjudul “Mutlaq dan Muqayyad”
dapat terselesaikan, meskupun masih terdapat kekurangan. Makalah ini disusun
sebagai memenuhi tugas ushul fiqh.
Semoga makalah ini bermanfaat dan
menambah wawasan bagi pembaca. Mohon maaf apabila ada kesalahan yang disengaja
mauapun yang tidak disengaja.
Depok,17 februari 2013
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
Al-qur’an ialah kitab yang perlu
dikaji mendalam, karena merupakan sumber hukum yang pertama untuk kaum
muslimin. Salah satu unsur penting yang digunakan sebagai pendekatan dalam
mengkaji Alqur’an adalah Ilmu Ushul Fiqh, yaitu ilmu yang mempelajari kaidah-kaidah
yang dijadikan pedoman dalam menetapkan hukum-hukum syari’at yang bersifat
amaliyah yang diperoleh melalui dalil-dalil yang rinci. Melalui kaidah-kaidah
Ushul Fiqh akan diketahui nash-nash syara’ dan hukum-hukum yang ditunjukkannya.
Diantara kaidah-kaidah Ushul Fiqh yang penting diketahui
adalah Istinbath dari segi kebahasaan, salah satunya adalah lafadz mutlaq dan
lafadz muqayyad. Makalah ini akan membahas lafadz mutlaq dan lafadz muqayyad secara lebih mendalam.
BAB II
PEMBAHASAN
1.
Mutlaq
Kata mutlaq secara bahasa, berarti tidak terkait dengan ikatan atau
syarat tertentu. Sedangkan menurut ulama ushul fiqh mutlaq adaalah:
“
Lafal yang memberi petunjuk terhadap maudhu’nya (sasaran pengguna lafadz) tanpa
memandang kepada satu, banyak atau sifatnya, tetapi memberi petunjuk kepada hakikat
sesuatu menurut apa adanya.”
Menurut Khairul Uman mutlaq adalah lafadz yang menunjukan arti satu
atau arti sebenarnya tanpa dibatasi oleh suatu hal yang lain.
Dari defenisi tersebut jelaslah bahwasanya mutlaq adalah lafadz yang
mencakup pada jenisnya tetapi tidak mencakup pada seluruh afrad didalamnya.Dari
segi cakupannya dapat juga dikatakan bahwa mutlaq itu sama dengan nakiroh yang
disertai oleh tanda-tanda keumuman lafadz, termasuk jama’ nakiroh yang belum
diberi qayid (ikatan).
Contohnya adalah:
...... يَتَمَآسَّا أَن قَبْلِ
مِّن رَقَبَةٍۢ فَتَحْرِيرُ قَالُوا۟ لِمَا يَعُودُونَ ثُمَّ نِّسَآئِهِمْ مِن
يُظَٰهِرُونَ وَٱلَّذِينَ
“Orang-orang yang menzhihar istri mereka, kemudian mereka hendak
menarik kembali apa yang mereka ucapkan, maka (wajib atasnya) memerdekan
seorang budak sebelum kedua suami istri itu bercampur...”
Ayat ini menjelaskan tentang kafart zhihar bagi suami yang
menyerupakan punggung istrinya dengan ibunya yaitu dengan memerdekan budak. Ini
dipahami dari ungkapan ayat “maka merdekakanlah seorang budak”. Mengingat
lafadz raqabah (budak) merupakan
lafadz mutlaq, maka kaffarat dzihar meliputi pembebasan seoarang budak yang
mencakup segala jenis budak, baik yang mukmin ataupun yang kafir. Pemahamn ini
didukung juga dengan pemakain bentuk nakiroh dalam konteks positif.
Dilihat secara sepintas lafadz mutlaq mirip dengan lafadz ,amm,
tetapi sebenarnya antara keduanya berbeda. Pada lafadz ‘amm keumumannya
bersifat syumuly (melingkupi), sementara keumuman lafadz mutlaq bersifat badali
(mengingatkan). Umum syumuly adalah kulliy (keseluruhan) yang berlaku atas
satuannya, semenatara keumuman badali adalah kully dari sisi tidak terhalang
menggambarkan untuk setiap satuannya, hanya menggambarkan satuan yang syumuly.
Dan lafadz ‘amm menunjukan seluruh afrad yang tercakup dalam maknanya,
sedangkan lafadz mutlaq menunjukan kepada diri atau beberapa diri mana saja
tetapi tidak kepada seluruh diri.
Untuk melihat perbedaan dua lafadz ini ndapat diamati firman Allah
berikut:
·
Al-Qur’an
surat Hud ayat 6:
“Dan tidak ada satupun binatang melatapun di bumi melainkan Allah
yang memberi rezekinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan
tempat penyimpananya. Semuanya tertulis dalam kitab yang nyata. “
Apabila diperhatikan dari ayat ini terdapat lafadz ‘amm yang
bersifat syumuly, yaitu katab “dabbah”.
Lafadz ini umum karena bentuknya nakiroh dalam
susunan kalimat nafi. Apabila lafadz ‘amm ditakhsis, bukan berarti
menghapuskan makna-makna lain yang dikandung dari keumuman lafadznya.
Makna-makna ini tetap dipandang ada, karena keumuman lafadz ‘amm bersifat
syumuly.
·
Al-Qur’an
Mujadilah 89
“Allah tidak
menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpahmu yang tidak dimaksud (untuk
bersumpah), tetapi Dia menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpah yang kamu
sengaja, maka kaffarat (melanggar) sumpah itu, ialah memberi makan sepuluh
orang miskin, yaitu dari makanan yang biasa kamu berikan kepada keluargamu,
atau memberi pakaian kepada mereka atau memerdekakan seorang budak. Barang siapa tidak sanggup melakukan yang demikian,
maka kaffaratnya puasa selama tiga hari. Yang demikian itu adalah kaffarat
sumpah-sumpahmu bila kamu bersumpah (dan kamu langgar). Dan jagalah sumpahmu.
Demikianlah Allah menerangkan kepadamu hukum-hukum-Nya agar kamu bersyukur (kepada-Nya).”
Kata-kata hamba
sahaya atau budak disini tidaklah umum, karena tidak mencakup seluruh hamba
sahaya, tetapi menunjukan kepada seorang hamba sahaya yang mana saja dari pada
hamba sahaya.
Inilah yang
dimaksud oleh ulama ushul fiqh lafadz ‘amm bersifat meliputi sedangkan lafadz
mutlaq bersifat mengganti. Maksud bersifat mengganti, kalau tidak ini boleh itu
atau yang lainnya lagi, selain masih merupakan diri yang tercakup dalam
pengertian lafadz.
2.Muqayyad
Muqayyad secara bahasa adalah terikat.
Sementara secara istilah adalah lafadz yang menunjukan suatu satuan dalam
jenisnya yang dikaitkan dengan sifat tertentu. Contohnya : rajulan iraki.
Menurut Abu Dzarah pembatasan ini terdiri
dari sifat, hal, ghayah, syarat, atau dengan bentuk pembatasan yang lainnya.
Contohnya :
وايديكم
الى المرافق
“Basuhlah tanganmu sampai siku-siku”
Contoh ini menjelaskan tentang
wudhu, yaitu harus membasuh tangan sampai siku. Lafadz aidiikum ini disebut
muqayyad (dibatasi), sedangkan lafadz ila al-marofiq disebut al-qaid.
3.Hubungan antara Mutlaq dan Muqayyad
Apabila ada satu lafadz disuatu
tempat berbentuk mutlaq, sedangkan pada tempat lain berbentuk muqayyad, maka
ada beberapa kemungkinan dari beberapa ketentuan berikut ini:
Ø Persamaan sebab dan hukumnya
Apabila lafadz bersamaan dalam hukum
dan sebabnya, maka salah satu harus diikutkan pada yang lainnya. Maksudnya
lafadz mutlaq diikutkan kepada lafadz muqayyad dalam arti kata dia tidak lagi
mutlaq karena ia harus tunduk kepada muqayyad. Oleh karena itu muqayyad merupakan
penjelas bagi mutlaq.
Contohnya:
فصيام ثلاثة أيام
“Berpuasalah selama tiga hari”
Ini merupakan lafadz mutlaq menurut
bacaan mutawatir. Akan tetapi menurut bacaan syadzah lafadz tersebut adalah
muqayyad ayat itu berbunyi :
فصيام ثلاثة أيام متتابعات
‘Berpuasalah selama tiga hari berturut-turut.”
Lafadz diatas dibatasi dengan
berturut-turut. Karena lafadz tersebut sama sebabnya yaitu yaitu kafarat sumpah
dan sama hukumnya yaitu wajib puasa maka mengartikannya sama dengan qiraat
suadzah yaitu berpuasa tiga hari berturut-turut.
Ø Sebabnya berbeda tetapi hukumnya sama
Apabila dua lafadz itu berbeda dalam
sebab, tetapi sama dalam hukum, maka ini diperselisihkan antar ulama ushul.
Menurut sebagian ulama, yang mutlaq harus diikutkan kepada yang muqayyad,
sedangkan ulama yang lain mengatakan bahwa yang mutlaq tetap pada
kemutlaqannya.
Contohnya:
...... يَتَمَآسَّا أَن قَبْلِ
مِّن رَقَبَةٍۢ فَتَحْرِيرُ قَالُوا۟ لِمَا يَعُودُونَ ثُمَّ نِّسَآئِهِمْ مِن
يُظَٰهِرُونَ وَٱلَّذِينَ
“Orang-orang yang menzhihar
istri mereka, kemudian mereka hendak menarik kembali apa yang mereka ucapkan,
maka (wajib atasnya) memerdekan seorang budak sebelum kedua suami istri itu
bercampur...” (QS.Amujadalah:3)
Lafadz “raqabah” disini adalah mutlaq.
Dan di surat An-nisa:
.... إِلَى مُسَلَّمَةٌ وَدِيَةٌ مُؤْمِنَةٍ رَقَبَةٍۢفَتَحْرِيرُ خَطَأً
مُؤْمِنًا قَتَلَ وَمَن إِلَّا مُؤْمِنًا يَقْتُلَ أَنْ
لِمُؤْمِنٍ كَانَ وَمَا
“Barang siapa yang membunuh orang mukmin karena tersalah (tidak
sengaja) maka wajib memerdekakan budak yang mukmin...”
Jelas bahwa kedua ayat ini memiliki hukum yang sama yaitu
memerdekakan budak, akan tetapi memiliki sebab yang berbeda. Ayat pertama
sebabnya adalah karena mendzihar istri dan ayat kedua adalah membunuh karena tersalah.
Ø Perbedaan hukum dan sebab
Apabila ada perbedaan hukum dan
sebab, maka yang mutlaq tidak boleh diikutkan kepada muqayyad. Misalnya dalam
hal saksi harus adil, sedangkan dalam hal membunuh dengan tidak sengaja
diharuskan memerdekakan budak. Keduanya berlainan hukum dan sebabnya, yang satu
harus adil (muqayyad) dan yang lainnya memerdekakan budak (mutlaq). Yang satu
masalah saksi dan yang lain masalah pembunuhan. Oleh karena itu tidak boleh
dibawa kemakna yang lain.
Ø Perbedaan dalam hukumnya saja
Apabila terjadi perbedaan dalam
hukumnya saja maka yang mutlaq tidak boleh diikutkan kepada yang muqayyad.
Contohnya: “Belilah budak dan
merdekakanlah budak mukmin”
Karena keduanya berbeda dalam
hukumnya, yaitu yang satu membeli dan yang lainnya harus memerdekakan budak.
Oleh karena itu tidak boleh diikutkan pada yang lain.
4.Penggunaan Lafadz Mutlaq dan Muqayyad
1. Jika terdapat dua lafadz yang
sesuai sebab dan hukumnya, maka gabungkanlah mutlaq kepada muqayyad. Jika
terdapat sutu tuntutan yang mutlaq dalam suatu lafadz dan muqayyad pada lafadz
yang lain .
Seperti hadis tentang
kafarah puasa.
صم شهرين
متتبعين متفق عليه
“Puasalah kamu dua bulan berturut – turut.”
Digabungkan dengan hadis : صم شهرين
“Berpuasalah
dua bulan.”
Hadis pertama dintentukan waktunya (muqayyad)
sedangkan hadis kedua tidak ada ketentuannya (mutlaq), maka kedua hadis
tersebut di kompromikan, karena bersesuaian menurut sebab dan hukumnya.
Karena ada keterangan :
المطلق يحمل على المقيد اذا ااتفقا فى السبب والحكم
“Mutlaq digabungkan kepada muqayyad bila bersesuaian menurut sebab
dan hukumnya.”
2.
Jika
tidak bersesuaian menurut sebab, maka mutlaq tidak digabungkan pada muqayyad.
المطلق
لايحمل على المقيد اذالم يتفق في السبب
“Mutlaq tidak digabungkan
dengan muqayyad apabila tidak bersesuaian pada sebab.”
Contoh antara lafadz zhihar dengan
kafarat membunuh. Firman Allah yang artinya : “Mereka yang menzhihar istrinya,
kemudian mereka hendak menarik (kembali) apa yang mereka ucapkan, maka wajib
atasnya memerdekakan seorang hamba sahaya sebelum kedua suami istri itu
bercampur.”
Dengan firman Allah yang artinya: “Barang
siapa yang membunuh orang mukmin bersalah, maka hendaklah memerdekakan seorang
hamba sahaya yang mukmin.”
Kalau ayat ini berisikan hukum yang
sama (sama – sama membebaskan budak), sedangkan sebabnya berlainan, yang
pertsama karena zhihar dan yang kedua karena membunuh dengan tak sengaja, maka
mutlaq tidak dapat digabungkan kepada muqayyad.
BAB III
KESIMPULAN
Lafadz Mutlaq adalah lafadz yang
mencakup pada jenisnya tetapi tidak mencakup seluruh afrod didalamnya. Lafadza muqayyad
adalah lafadz yang menunjukan arti sebenarnya dengan dibatasi oleh suatu sifat
dari batsan tertentu.
Hubungan mutlaq dan muqayyad adalah
:
s Persamaan sebab dan hukum
s Sebabnya berbeda tetapi hukumnya sama
s Perbedaan hukum dan sebab
s Perbedaan hukum saja
DAFTAR PUSTAKA
Uman,khaerul
dan Ahmad Achyar Aminudin, ushul fiqh II Bandung: Pustaka Setia.1989
Ble,
Mahmud Al-Khudori, terjemahan ushul fiqh, Pekalongan: Raja Murah. 1982
Syarifudun,
Amir, Haji Ushul Fiqh II cet 1, Jakarta: Logos Wacana Ilmu. 1999