Minggu, 17 Februari 2013

Mutlaq dan Muqayyad


KATA PENGANTAR
            Alhamdulillahirabbil’alamiin, puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmatNYA sehingga  makalah yang berjudul “Mutlaq dan Muqayyad” dapat terselesaikan, meskupun masih terdapat kekurangan. Makalah ini disusun sebagai memenuhi tugas ushul fiqh.
            Semoga makalah ini bermanfaat dan menambah wawasan bagi pembaca. Mohon maaf apabila ada kesalahan yang disengaja mauapun yang tidak disengaja. 

Depok,17 februari 2013

Penulis

BAB I
PENDAHULUAN

Al-qur’an ialah kitab yang perlu dikaji mendalam, karena merupakan sumber hukum yang pertama untuk kaum muslimin. Salah satu unsur penting yang digunakan sebagai pendekatan dalam mengkaji Alqur’an adalah Ilmu Ushul Fiqh, yaitu ilmu yang mempelajari kaidah-kaidah yang dijadikan pedoman dalam menetapkan hukum-hukum syari’at yang bersifat amaliyah yang diperoleh melalui dalil-dalil yang rinci. Melalui kaidah-kaidah Ushul Fiqh akan diketahui nash-nash syara’ dan hukum-hukum yang ditunjukkannya.
            Diantara kaidah-kaidah Ushul Fiqh yang penting diketahui adalah Istinbath dari segi kebahasaan, salah satunya adalah lafadz mutlaq dan lafadz muqayyad. Makalah ini akan membahas lafadz mutlaq dan lafadz  muqayyad secara lebih mendalam.





BAB II
PEMBAHASAN
1.      Mutlaq
Kata mutlaq secara bahasa, berarti tidak terkait dengan ikatan atau syarat tertentu. Sedangkan menurut ulama ushul fiqh mutlaq adaalah:
“ Lafal yang memberi petunjuk terhadap maudhu’nya (sasaran pengguna lafadz) tanpa memandang kepada satu, banyak atau sifatnya, tetapi memberi petunjuk kepada hakikat sesuatu menurut apa adanya.”
Menurut Khairul Uman mutlaq adalah lafadz yang menunjukan arti satu atau arti sebenarnya tanpa dibatasi oleh suatu hal yang lain.
Dari defenisi tersebut jelaslah bahwasanya mutlaq adalah lafadz yang mencakup pada jenisnya tetapi tidak mencakup pada seluruh afrad didalamnya.Dari segi cakupannya dapat juga dikatakan bahwa mutlaq itu sama dengan nakiroh yang disertai oleh tanda-tanda keumuman lafadz, termasuk jama’ nakiroh yang belum diberi qayid (ikatan).
Contohnya adalah:
...... يَتَمَآسَّا أَن قَبْلِ مِّن رَقَبَةٍۢ فَتَحْرِيرُ قَالُوا۟ لِمَا يَعُودُونَ ثُمَّ نِّسَآئِهِمْ مِن يُظَٰهِرُونَ وَٱلَّذِينَ
“Orang-orang yang menzhihar istri mereka, kemudian mereka hendak menarik kembali apa yang mereka ucapkan, maka (wajib atasnya) memerdekan seorang budak sebelum kedua suami istri itu bercampur...”
Ayat ini menjelaskan tentang kafart zhihar bagi suami yang menyerupakan punggung istrinya dengan ibunya yaitu dengan memerdekan budak. Ini dipahami dari ungkapan ayat “maka merdekakanlah seorang budak”. Mengingat lafadz raqabah (budak) merupakan lafadz mutlaq, maka kaffarat dzihar meliputi pembebasan seoarang budak yang mencakup segala jenis budak, baik yang mukmin ataupun yang kafir. Pemahamn ini didukung juga dengan pemakain bentuk nakiroh dalam konteks positif.
Dilihat secara sepintas lafadz mutlaq mirip dengan lafadz ,amm, tetapi sebenarnya antara keduanya berbeda. Pada lafadz ‘amm keumumannya bersifat syumuly (melingkupi), sementara keumuman lafadz mutlaq bersifat badali (mengingatkan). Umum syumuly adalah kulliy (keseluruhan) yang berlaku atas satuannya, semenatara keumuman badali adalah kully dari sisi tidak terhalang menggambarkan untuk setiap satuannya, hanya menggambarkan satuan yang syumuly. Dan lafadz ‘amm menunjukan seluruh afrad yang tercakup dalam maknanya, sedangkan lafadz mutlaq menunjukan kepada diri atau beberapa diri mana saja tetapi tidak kepada seluruh diri.
Untuk melihat perbedaan dua lafadz ini ndapat diamati firman Allah berikut:
·         Al-Qur’an surat Hud ayat 6:




“Dan tidak ada satupun binatang melatapun di bumi melainkan Allah yang memberi rezekinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpananya. Semuanya tertulis dalam kitab yang nyata. “

Apabila diperhatikan dari ayat ini terdapat lafadz ‘amm yang bersifat syumuly, yaitu katab “dabbah”. Lafadz ini umum karena bentuknya nakiroh dalam susunan kalimat nafi. Apabila lafadz ‘amm ditakhsis, bukan berarti menghapuskan makna-makna lain yang dikandung dari keumuman lafadznya. Makna-makna ini tetap dipandang ada, karena keumuman lafadz ‘amm bersifat syumuly.

·         Al-Qur’an Mujadilah 89



“Allah tidak menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpahmu yang tidak dimaksud (untuk bersumpah), tetapi Dia menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpah yang kamu sengaja, maka kaffarat (melanggar) sumpah itu, ialah memberi makan sepuluh orang miskin, yaitu dari makanan yang biasa kamu berikan kepada keluargamu, atau memberi pakaian kepada mereka atau memerdekakan seorang budak. Barang siapa tidak sanggup melakukan yang demikian, maka kaffaratnya puasa selama tiga hari. Yang demikian itu adalah kaffarat sumpah-sumpahmu bila kamu bersumpah (dan kamu langgar). Dan jagalah sumpahmu. Demikianlah Allah menerangkan kepadamu hukum-hukum-Nya agar kamu bersyukur (kepada-Nya).”
Kata-kata hamba sahaya atau budak disini tidaklah umum, karena tidak mencakup seluruh hamba sahaya, tetapi menunjukan kepada seorang hamba sahaya yang mana saja dari pada hamba sahaya.
Inilah yang dimaksud oleh ulama ushul fiqh lafadz ‘amm bersifat meliputi sedangkan lafadz mutlaq bersifat mengganti. Maksud bersifat mengganti, kalau tidak ini boleh itu atau yang lainnya lagi, selain masih merupakan diri yang tercakup dalam pengertian lafadz.
2.Muqayyad
       Muqayyad secara bahasa adalah terikat. Sementara secara istilah adalah lafadz yang menunjukan suatu satuan dalam jenisnya yang dikaitkan dengan sifat tertentu. Contohnya : rajulan iraki.
       Menurut Abu Dzarah pembatasan ini terdiri dari sifat, hal, ghayah, syarat, atau dengan bentuk pembatasan yang lainnya.
       Contohnya :
وايديكم الى المرافق
“Basuhlah tanganmu sampai siku-siku”
Contoh ini menjelaskan tentang wudhu, yaitu harus membasuh tangan sampai siku. Lafadz aidiikum ini disebut muqayyad (dibatasi), sedangkan lafadz ila al-marofiq disebut al-qaid.

3.Hubungan antara Mutlaq dan Muqayyad
Apabila ada satu lafadz disuatu tempat berbentuk mutlaq, sedangkan pada tempat lain berbentuk muqayyad, maka ada beberapa kemungkinan dari beberapa ketentuan berikut ini:
Ø  Persamaan sebab dan hukumnya
Apabila lafadz bersamaan dalam hukum dan sebabnya, maka salah satu harus diikutkan pada yang lainnya. Maksudnya lafadz mutlaq diikutkan kepada lafadz muqayyad dalam arti kata dia tidak lagi mutlaq karena ia harus tunduk kepada muqayyad. Oleh karena itu muqayyad merupakan penjelas bagi mutlaq.
Contohnya:                                        
فصيام ثلاثة أيام
“Berpuasalah selama tiga hari”
Ini merupakan lafadz mutlaq menurut bacaan mutawatir. Akan tetapi menurut bacaan syadzah lafadz tersebut adalah muqayyad ayat itu berbunyi :
فصيام ثلاثة أيام متتابعات
‘Berpuasalah selama tiga hari berturut-turut.”
Lafadz diatas dibatasi dengan berturut-turut. Karena lafadz tersebut sama sebabnya yaitu yaitu kafarat sumpah dan sama hukumnya yaitu wajib puasa maka mengartikannya sama dengan qiraat suadzah yaitu berpuasa tiga hari berturut-turut.
Ø  Sebabnya berbeda tetapi hukumnya sama
Apabila dua lafadz itu berbeda dalam sebab, tetapi sama dalam hukum, maka ini diperselisihkan antar ulama ushul. Menurut sebagian ulama, yang mutlaq harus diikutkan kepada yang muqayyad, sedangkan ulama yang lain mengatakan bahwa yang mutlaq tetap pada kemutlaqannya.
Contohnya:
...... يَتَمَآسَّا أَن قَبْلِ مِّن رَقَبَةٍۢ فَتَحْرِيرُ قَالُوا۟ لِمَا يَعُودُونَ ثُمَّ نِّسَآئِهِمْ مِن يُظَٰهِرُونَ وَٱلَّذِينَ
 “Orang-orang yang menzhihar istri mereka, kemudian mereka hendak menarik kembali apa yang mereka ucapkan, maka (wajib atasnya) memerdekan seorang budak sebelum kedua suami istri itu bercampur...” (QS.Amujadalah:3)
Lafadz “raqabah” disini adalah mutlaq.
Dan di surat An-nisa:

.... إِلَى مُسَلَّمَةٌ وَدِيَةٌ مُؤْمِنَةٍ  رَقَبَةٍۢفَتَحْرِيرُ خَطَأً مُؤْمِنًا قَتَلَ وَمَن إِلَّا مُؤْمِنًا يَقْتُلَ أَنْ لِمُؤْمِنٍ كَانَ وَمَا
“Barang siapa yang membunuh orang mukmin karena tersalah (tidak sengaja) maka wajib memerdekakan budak yang mukmin...”
Jelas bahwa kedua ayat ini memiliki hukum yang sama yaitu memerdekakan budak, akan tetapi memiliki sebab yang berbeda. Ayat pertama sebabnya adalah karena mendzihar istri dan ayat kedua adalah membunuh karena tersalah.
Ø  Perbedaan hukum dan sebab
Apabila ada perbedaan hukum dan sebab, maka yang mutlaq tidak boleh diikutkan kepada muqayyad. Misalnya dalam hal saksi harus adil, sedangkan dalam hal membunuh dengan tidak sengaja diharuskan memerdekakan budak. Keduanya berlainan hukum dan sebabnya, yang satu harus adil (muqayyad) dan yang lainnya memerdekakan budak (mutlaq). Yang satu masalah saksi dan yang lain masalah pembunuhan. Oleh karena itu tidak boleh dibawa kemakna yang lain.
Ø  Perbedaan dalam hukumnya saja
Apabila terjadi perbedaan dalam hukumnya saja maka yang mutlaq tidak boleh diikutkan kepada yang muqayyad.
Contohnya: “Belilah budak dan merdekakanlah budak mukmin”
Karena keduanya berbeda dalam hukumnya, yaitu yang satu membeli dan yang lainnya harus memerdekakan budak. Oleh karena itu tidak boleh diikutkan pada yang lain.

4.Penggunaan Lafadz Mutlaq dan Muqayyad
1. Jika terdapat dua lafadz yang sesuai sebab dan hukumnya, maka gabungkanlah mutlaq kepada muqayyad. Jika terdapat sutu tuntutan yang mutlaq dalam suatu lafadz dan muqayyad pada lafadz yang lain .
 Seperti hadis tentang kafarah puasa.
صم شهرين متتبعين متفق عليه
      
“Puasalah kamu dua bulan berturut – turut.”
Digabungkan dengan hadis :  صم شهرين
“Berpuasalah dua bulan.”
 Hadis pertama dintentukan waktunya (muqayyad) sedangkan hadis kedua tidak ada ketentuannya (mutlaq), maka kedua hadis tersebut di kompromikan, karena bersesuaian menurut sebab dan hukumnya.
Karena ada keterangan :
المطلق يحمل على المقيد اذا ااتفقا فى السبب والحكم

“Mutlaq digabungkan kepada muqayyad bila bersesuaian menurut sebab dan hukumnya.”

2.      Jika tidak bersesuaian menurut sebab, maka mutlaq tidak digabungkan pada muqayyad.
المطلق لايحمل على المقيد اذالم يتفق في السبب


 “Mutlaq tidak digabungkan dengan muqayyad apabila tidak bersesuaian pada sebab.”
Contoh antara lafadz zhihar dengan kafarat membunuh. Firman Allah yang artinya : “Mereka yang menzhihar istrinya, kemudian mereka hendak menarik (kembali) apa yang mereka ucapkan, maka wajib atasnya memerdekakan seorang hamba sahaya sebelum kedua suami istri itu bercampur.”
Dengan firman Allah yang artinya: “Barang siapa yang membunuh orang mukmin bersalah, maka hendaklah memerdekakan seorang hamba sahaya yang mukmin.”
Kalau ayat ini berisikan hukum yang sama (sama – sama membebaskan budak), sedangkan sebabnya berlainan, yang pertsama karena zhihar dan yang kedua karena membunuh dengan tak sengaja, maka mutlaq tidak dapat digabungkan kepada muqayyad.




  
BAB III
KESIMPULAN

Lafadz Mutlaq adalah lafadz yang mencakup pada jenisnya tetapi tidak mencakup seluruh afrod didalamnya. Lafadza muqayyad adalah lafadz yang menunjukan arti sebenarnya dengan dibatasi oleh suatu sifat dari batsan tertentu.
Hubungan mutlaq dan muqayyad adalah :
s  Persamaan sebab dan hukum
s  Sebabnya berbeda tetapi hukumnya sama
s  Perbedaan hukum dan sebab
s  Perbedaan hukum saja



DAFTAR PUSTAKA
Uman,khaerul dan Ahmad Achyar Aminudin, ushul fiqh II Bandung: Pustaka Setia.1989
Ble, Mahmud Al-Khudori, terjemahan ushul fiqh, Pekalongan: Raja Murah. 1982
Syarifudun, Amir, Haji Ushul Fiqh II cet 1, Jakarta: Logos Wacana Ilmu. 1999